#linkarier : LinkedIn Kunci Sukses Karier Anda
Banyak pemburu pekerjaan hanya membuat profil LinkedIn dan kemudian berharap rekruiter akan menemukan dirinya. Itu bukan cara kerjanya. Anda harus bekerja dengan jaringan Anda-- bahkan di LinkedIn. Blog ini akan memandu sukses Anda !
Jumat, 22 Oktober 2021
Waspadai Benda Berkilau di LinkedIn Bila Anda Bukan Sebagai Kreator Konten di LinkedIn
Selasa, 21 September 2021
Agar Berhasil, Apa Pemburu Pekerjaan Harus Lebih Relijius? Do Your Best and Let God Do the Rest!
Penyakit Kronis Kita di LinkedIn : Waspadai, Karena Kita Sering Menyukainya !
Oleh : Bambang Haryanto ||
Tahukah Anda penyakit kronis yang berpotensi menulari Anda begitu Anda punya akun media sosial?
Berhati-hatilah!
Tapi jangan cemas dulu. Kebanyakan penderita serius penyakit kronis itu, disebut egosentrik, adalah perusahaan.
Terkait hal itu seorang konsultan digital dari Inggris, Christopher Robin, pernah memajang kritikan berjudul "Why your content sucks." Isinya bisa bikin merah telinga.
Dia contohkan betapa dalam situs web kebanyakan perusahaan terbaca, "kita melakukan hal ini dan hal itu. Kita memperoleh sertifikat ๐ bla bla bla dan juga telah memenangkan award bla bla bla."
Ringkasnya : setiap isi postingan di situs web, cerita di blog dan media sosial, adalah cerita melulu berfokus tentang ๐ป perusahaan Anda sendiri.
Kata Christopher Robin, "semua bla bla bla Anda itu hanya akan dicuekin pelanggan Anda. Karena yang mereka hiraukan adalah apa yang Anda lakukan untuk mereka."
Begitulah. Egosentrik adalah bawaan kita sebagai manusia dari sononya. "Orang terutama tertarik pada diri mereka sendiri, bukan pada Anda. Dengan kata lain,orang itu 10.000 kali lebih tertarik pada dirinya sendiri daripada pada Anda."
Kalimat maknyuzz itu saya kutip dari Les Giblin dalam bukunya Skill With People (2001).
Bukti kebenarannya, silakan selisik saja di postingan yang lalu lalang di lini masa LinkedIn Anda saat ini.
Tak ayal para influencer media sosial sudah lama ๐ข teriak-teriak mengingatkan kecenderungan egosentrik yang masif mudah membelit kebanyakan dari kita itu.
Seorang Guy Kawasaki bikin rumus porsi postingan yang keren : 90% isinya yang bermanfaat bagi audien. Sedang sisanya 10%, bisalah untuk mempromosikan diri sendiri.
Sementara Gary Vee lebih bermurah hati. Perbandingannya, 51% untuk pembaca dan yang 49% silakan untuk berfoya-foya berpromoria tentang diri kita.
Pakar iklan bilang, di awal postingan terlarang bila kita memakai kata "saya." Karena audien akan segera berteriak, "mana untungnya bagi saya?"
Kebetulan hari ini hari Jumat. Kiranya cocoklah imbauan agar postingan Anda itu bisa meniru struktur seperti surat Al Fatihah. Bacaan awal semuanya tentang Gusti Allah. Pujian bagiNya.
Baru kemudian pamrih kita boleh dimunculkan dengan permintaan di bagian belakang : "Tunjukkan kami jalan yang benar..." dan seterusnya.
Polling kita kali ini ingin mengulik penilaian Anda terhadap porsi orientasi postingan-postingan warga jejaring LinkedIn Anda.
Terima
kasih untuk peranserta Anda. Hasil polling silakan klik disini.
#content #contentcreator #linkedinpost
Minggu, 19 September 2021
Blunder Dalam Karier : 8 Kerugian Besar Bagi Karier Anda Bila Anda Drop Out Dari LinkedIn Setelah Dapat Pekerjaan!
Oleh : Bambang Haryanto ||
Rugi besar bila LinkedIn Anda perlakukan ibarat terminal angkot. Terutama oleh Anda sebagai #freshgraduate dan #pemburupekerjaan lainnya.
Saat butuh dan berpamrih sesuatu, mereka datang. Sesudah menemukan atau pun tidak menemukan angkot yang mereka butuhkan, mereka pun pergi. Mungkin akan kembali ketika butuh sesuatu lagi?
Mereka yang drop out dari LinkedIn sesudah memperoleh sesuatu, terutama pekerjaan, menurut hemat saya, sebenarnya adalah fihak yang paling merugi.
Pertama, keberhasilan dirinya itu tidak menebarkan berkah kepada warga jaringannya. Praktik pay it forward yang luhur, tidak dia tunaikan.
Yang biasanya dikerjakan adalah hanya berbagi kabar bahwa dirinya sudah melepas sabuk hijau "opentowork"-nya. Menikmati ucapan selamat bagi dirinya.
Lalu lenyap .
Kedua, tidak disadari bahwa dirinya terputus dengan jejaring profesional yang dia bangun selama ini. Padahal di era digital dan interkoneksi ini ada rumus yang bilang, "your network is your net worth."
Ketiga, dengan drop out dari LinkedIn sebenarnya menjerumuskan dirinya sebagai pribadi yang tidak berpotensi menambah manfaat ekstra bagi perusahaannya kini. Perusahaannya jadi ikut tidak bunyi karenanya.
Kita tahu, kini adalah era media sosial. Bila Anda dan perusahaan Anda tidak tampil di media sosial, utamanya LinkedIn, berarti berstatus tidak eksis di dunia profesional ini.
Anda memang nyaman berstatus sebagai #lurker. Tetapi Anda tergolong sebagai salah satu dari 17.100.000 warga Indonesia yang tercatat di LinkedIn tetapi tidak ada kontribusi nyatanya sama sekali.
Keempat, kerugian berikutnya, Anda kehilangan panggung atau peluang besar untuk bisa memromosikan secara soft selling perusahaan Anda. Baik nama,reputasi, produk atau jasanya.
Kelima, Anda tidak ikut pula dalam membangun employer branding sehingga perusahaan Anda mampu menarik mitra bisnis sampai kandidat unggulan untuk bergabung.
Keenam, Anda pun terancam tenggelam hanya berstatus sebagai karyawan atau buruh biasa.
Karena Anda tidak bunyi di platform profesional untuk terpanggil menyumbangkan wawasan, expertise sd pengalaman bagi industri atau pun profesi Anda. Anda tidak menjadi mentor atau panutan bagi para yunior Anda.
Ketujuh, Anda kehilangan wahana hebat guna membangun personal brand diri Anda sendiri pula.
Kedelapan, bagi #pemburupekerjaan yang DO dari LinkedIn berarti memutus jalur #koneksi profesional terbaik saat ini. Anda kembali memakai cara-cara berjudi pakai CV dalam #melamarpekerjaan.
Mengapa Anda drop out dari LinkedIn menjadi topik polling kita hari ini. Terima kasih untuk peranserta Anda.
#freshgraduate
#koneksiitukunci
#linkedinituberkoneksi
Hasil polling dapat Anda baca di link berikut. Terima kasih.
Rabu, 15 September 2021
Polling di Linkedin : Apakah Sebagai Sarana Terbaik Untuk Meningkatkan Organic Reach Postingan Anda ?
Oleh : Bambang Haryanto ||
Saya hampir jadi korban mereka.
Sebagai pelanggan pascabayar, selama ini saya tidak hirau akan bonus poin yang diberikan oleh provider. Celah ini, entah mereka tahunya dari mana, dipakai untuk senjata merayu saya.
"Merujuk akumulasi poin, Anda berhak hadiah. Silakan pilih : 1. Bebas langganan paket 3 bulan, atau, 2. Uang sebesar 1.750.000 rupiah," kata dia.
Jab yang dahsyat.
Ada orang baru kenal kok tiba-tiba memberi Anda rejeki besar. Kalau tidak mampu berpikir jernih, otak kita segera konslet karenanya. Terbius.
Info hadiah itu terjadi setelah penelpon mengenalkan namanya. Di layar saat pertama kali kontak muncul nama provider. Bikin saya percaya, "ini kontak dari lembaga resmi."
Saya pilih opsi 1. Saya sudah masuk perangkapnya. Dia meminta saya menyebutkan kembali 4 abjad yang dia kirim via SMS dalam 4 sesi. Saya dikondisikan agar patuh perintahnya.
Apa urusan lalu jadi selesai?
Pilihan kedua, kini dia tawarkan. Saya merasa aneh. Tadi di awal sebagai pilihan, kini diberikan cuma-cuma. Apalagi dia kemudian minta nomor rekening saya. Katanya, untuk transfer hadiah.
Alarm tanda bahaya nguing-nguing di kepala saya.
Saya bilang, "saya tidak punya akun bank. Saya bayar langganan lewat kantorpos."
Dia malah bilang, "kan bapak punya x akun?"
Bunyi alarm makin mengeras. Dia tahunya dari mana ya?
Ini perangkap kedua. Bila saya memberitahu akun bank saya, dia akan pakai lagi cara pertama.
Saya diminta lagi untuk memvalidasi nomor-nomor tertentu dimana saya tidak terasa akan disugesti untuk menyertakan nomor PIN saya di dalamnya.
Misi dia gagal.
***
Guru paradox of choice Barry Schwartz mengatakan bahwa salah satu cara terampuh mempersuasi orang lain adalah dengan memberikan mereka pilihan saat ambil keputusan.
Kalau hanya satu pilihan, orang tak suka. Merasa dipaksa. Kalau banyak pilihan, juga tidak suka. Ribet.
Angka idealnya dua. Ketika diberi kebebasan memilih dari dua opsi yang ada, orang merasa jadi aktor utama dari keputusannya tersebut.
Terima kasih, Pak Schwartz. Insight Anda itu mungkin bisa jadi penjelas atas fenomena polling di LinkedIn akhir-akhir ini.
Saya jadi saksi : postingan biasa menggaet views < 2.000. Postingan yang diolah dalam bentuk polling, viewsnya melonjak sampai > 20.000. Mengapa?
Mungkin di postingan biasa responden merasa hanya jadi objek. Sementara di postingan yang memakai polling dirinya merasa jadi subjek.
Itukah penyebab mereka lebih suka ikut polling di LinkedIn? Kita tanya dulu ke sahabat jejaring kita di LinkedIn. Lewat polling pula.
#career
#freshgraduate
#koneksiitukunci
#linkedin
#linkedinituberkoneksi
Sabtu, 21 Agustus 2021
LinkedIn Itu Ibarat Agama : Apakah Akan Mengantarkan Anda Ke Surga Atau Ke Neraka ?
Oleh : Bambang Haryanto ||
Rabu, 18 Agustus 2021
Mengintip Tren Pekerjaan Masa Depan : Anda Sebaiknya Berkarier Lebih Dari Satu!
Oleh : Bambang Haryanto ||
Tantangan dahsyat bagi Anda sebagai #freshgraduate di era VUCA. Terjuni 2-3 karier sekaligus. Bila hanya 1 karier saja, terlalu berisiko untuk hidup Anda.
Kita kini hidup di dunia VUCA. Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguity. Jaman gonjang-ganjing.
Kini ketidakpastian adalah satu-satunya kepastian. Sementara perubahan adalah satu-satunya yang konstan. Jadi, kita semua harus mengembangkan ketahanan dan terampil merangkul perubahan.
Termasuk merangkul perubahan yang terjadi di dunia pekerjaan. Pandemi Covid-19 menyodokkan realitas bahwa setinggi jabatan apa pun rentan tertebas pedang PHK. Bahkan pekerjaan tersebut kemungkinan besar tidak pernah kembali bila pun berakhir pandemi.
Perubahan ini akan mengubah atau mendefinisikan kembali pemahaman kita tentang pekerjaan, di mana kita memilih untuk bekerja, atau apa yang kita pilih untuk dilakukan.
Di manca negara akhir-akhir ini heboh tentang "the great resignation." Tentang berbondong-bondongnya pekerja keluar dari pekerjaan semula dan merintis karier baru mereka.
Mereka merasa lebih aman dalam bekerja dengan menciptakan pekerjaan bagi diri mereka sendiri daripada menjadi karyawan yang ditentukan merah-hitam hidupnya oleh perusahaan.
Sementara itu wartawati Rachel Feintzeig di Wall Street Journal (13/8/2021) menulis bahwa WFH memunculkan fenomena tak terduga.
Ketika pandemi membebaskan karyawan dari keharusan melapor ke kantor, beberapa mereka melihat peluang untuk menggandakan gaji mereka secara diam-diam.
Sekelompok kecil pekerja kerah putih yang berdedikasi, di industri teknologi hingga perbankan hingga asuransi, mengatakan mereka telah menemukan cara untuk menggandakan gaji mereka: Bekerja DUA pekerjaan jarak jauh penuh waktu !
Kenyataan-kenyataan di atas melempar kita kembali ke era pra-industri. Di mana sebagian besar orang adalah wiraswasta dan harus mencari cara untuk melakukan sesuatu yang berguna dengan keterampilan dan minat unik mereka.
Jadi, kita masing-masing — tua atau muda — harus menemukan jawaban atas pertanyaan, “Apa keahlian saya yang unik yang dibutuhkan dunia dan bersedia membayarnya?”
Kita pun perlu melihat pekerjaan bukan sebagai pekerjaan tetapi sebagai serangkaian proyek dan terkadang portofolio proyek. Beberapa di antaranya dibayar, dan yang lain mungkin pro bono.
Dengan pemahaman baru itu, moga cakrawala kita tentang dunia pekerjaan semakin kaya. Betapa kini bagi kita terbuka untuk menekuni lebih dari satu karier di dalam hidup kita.
Dalam suatu self-assessment saya pernah menemukan kandidat yang unggul sebagai akuntan tetapi juga hebat di bidang artistik. Ada lagi sarjana hukum, hobi terkuatnya sebagai penyanyi.
Polling ini ingin menguak aspirasi Anda terhadap pilihan karier Anda. Tengoklah diri Anda, lihatlah betapa istimewa Anda dengan beragam minat dan skill yang menunggu titik ledak untuk mampu Anda eksplorasi. Untuk sukses hidup Anda ke depannya.
Saya bayangkan bila di dunia ini tidak ada hambatan apa pun, maka saya ingin berkarier
Cukup 1 karier saja
Dua pilihan karier
Tiga pilihan karier
Empat pilihan karier
Hasil polling yang menarik bisa Anda klik disini.
Waspadai Benda Berkilau di LinkedIn Bila Anda Bukan Sebagai Kreator Konten di LinkedIn
Oleh : Bambang Haryanto || Shiny object syndrome . SOS. Sindrom ⚡๐⚡ inilah yang diam-diam serius mengancam ๐ Anda di LinkedIn. Utamanya bi...
-
Oleh : Bambang Haryanto || Awas! Bahaya mengintai PIN akun bank Anda. Ada 2 cara pembobol bertaktik social engineering seturut paradox o...
-
Oleh : Bambang Haryanto || Shiny object syndrome . SOS. Sindrom ⚡๐⚡ inilah yang diam-diam serius mengancam ๐ Anda di LinkedIn. Utamanya bi...
-
Oleh : Bambang Haryanto || Rugi besar bila LinkedIn Anda perlakukan ibarat terminal angkot . Terutama oleh Anda sebagai #freshgraduate da...