Selasa, 21 September 2021

Agar Berhasil, Apa Pemburu Pekerjaan Harus Lebih Relijius? Do Your Best and Let God Do the Rest!

Oleh : Bambang Haryanto ||

Ada dorongan kuat #freshgraduate saat terjun #berburupekerjaan agar berperilaku ☪️✝️☦️✡️ lebih relijius. Pamrihnya, agar lebih mudah berhasil mendapat pekerjaan๐Ÿ‘”idaman?

Kampanye atau nasehat semacam itu kuat berhembus di LinkedIn. Para #pemburupekerjaan disarankan lebih rajin dan menambahkan aktivitas beribadahnya. Berdoa lebih banyak. Meminta restu orang tua, juga kepada suami/istri. Aktif melakukan aktivitas berderma.

Nasehat yang mulia. 

Namun mengapa semua hal baik itu tidak sebaiknya dilakukan saja sejak dulu, jauh-jauh hari? 

Bukankah aksi beribadah itu ibarat kita menanam benih? Kita tekun dan rajin menumbuhkannya, dimana sejalan dengan waktu benih itu akan membesar. Jadi pohon ๐ŸŒฒ๐ŸŒฒ๐ŸŒฒ dan kemudian menghasilkan buah.

Rajin beribadah hanya pada saat menghadapi masa-masa kritis, berguna untuk memperkuat diri kita. 

Tetapi pada saat yang sama bila kita mengharapkan keajaiban, problem pengangguran kita segera terselesaikan, mungkin ibarat isi dongeng si Jack dengan turus kacangnya.

Dia melempar biji kacang dari jendela dan esoknya tumbuh tanaman kacang yang menjulang ke langit. Dia panjat, untuk ketemu putri cantik ๐Ÿ‘ธ dan raksasa ๐Ÿ‘น yang mengubernya. Putri cantik itu bisa dia selamatkan. Mereka lalu menjalani kehidupan ๐Ÿ’˜aman sentosa selama-lamanya.

Keajaiban seperti itu sulit atau jarang terjadi.

***
Strategi berburu pekerjaan secara garis besar ada 2 kategori. Pertama, cara lambat dan terkendali. Kedua, cara cepat tetapi tidak terkendali. 

Memeriksa lowongan di job board atau baca-baca iklan/info lowongan di LinkedIn, lalu merespon dengan mengirim CV, termasuk kategori cepat tetapi tidak terkendali.

Karena begitu tombol▶️"send" atau ▶️"submit" Anda pencet, nasib lanjutan dari CV itu tak ada yang tahu. Ada aksi, tetapi reaksinya entah kapan muncul atau terjadi. 

Di ruang kosong itulah kita lalu meraba-raba. Harap-harap cemas  Mencari-cari pegangan. Merindukan jawaban. Dalam kondisi kehampaan seperti itulah, kepada siapa lagi, kalau kita tidak tergiur untuk segera bersandar kepada Tuhan?

Apa tidak terlalu cepat? 

Budayawan Remy Silado pernah membuat ucapan sarkastik. Dia bilang, bahwa di ๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ Indonesia itu banyak urusan setingkat RT saja sampai perlu melibatkan Tuhan. 

Ucapannya itu mungkin sebagai pengingat agar kita tidak buru-buru meminta mukjizat ⚡dari Yang Maha Kuasa sebelum kita benar-benar berusaha.

Bukankah ada ucapan terkenal, "Do your best and let God do the rest" ?

Perwujudan kredo "do your best" itu dalam berburu pekerjaan, menurut hemat saya, tidak lain adalah strategi kategori pertama. Yakni cara lambat namun bisa dikendalikan oleh kita sendiri.

Alat ๐Ÿ’ปdan cara untuk itu pun sebenarnya sudah tersedia bagi kita semua. Tidak lain adalah platform LinkedIn ini pula. 

Disinilah Anda dan kita semua dapat membangun jejaring, networking, berkoneksi, dengan siapa saja di antara 750 juta + warga LinkedIn di seluruh dunia. Termasuk 19 juta warga Indonesia.

Sudahkah aksi "do your best" benar-benar sudah Anda lakukan? Polling ini ingin mengetahui aksi pilihan Anda selama ini. Terima kasih untuk partisipasi Anda.

#freshgraduate
#koneksi
#koneksiitukunci
#linkarier
#linkedin

Ada cara terkendali dan cara tidak terkendali dalam berburu pekerjaan. Cara pilihan saya [diluar 4 cara tersebut tulis di komentar] adalah : 

Baca2 lowongan,kirim lamaran
Baca2 job board,kirim lamaran
Berkoneksi di LinkedIn
Berkoneksi offline/luring 

Penyakit Kronis Kita di LinkedIn : Waspadai, Karena Kita Sering Menyukainya !

 Oleh : Bambang Haryanto ||

 

Tahukah Anda penyakit kronis yang berpotensi menulari Anda begitu Anda punya akun media sosial? 

Berhati-hatilah!

Tapi jangan  cemas dulu. Kebanyakan penderita serius penyakit kronis itu, disebut egosentrik, adalah perusahaan.

Terkait hal itu seorang konsultan digital dari Inggris, Christopher Robin, pernah memajang kritikan berjudul "Why your content sucks." Isinya bisa bikin merah telinga.

Dia contohkan betapa dalam situs web kebanyakan perusahaan terbaca, "kita melakukan hal ini dan hal itu. Kita memperoleh sertifikat ๐Ÿ“œ bla bla bla dan juga telah memenangkan award bla bla bla."

Ringkasnya : setiap isi postingan di situs web, cerita di blog dan media sosial, adalah cerita melulu berfokus tentang ๐Ÿป perusahaan Anda sendiri.

Kata Christopher Robin, "semua bla bla bla Anda itu hanya akan dicuekin pelanggan Anda. Karena yang mereka hiraukan adalah apa yang Anda  lakukan untuk mereka."

Begitulah. Egosentrik adalah bawaan kita sebagai manusia dari sononya. "Orang terutama tertarik pada diri mereka sendiri, bukan pada Anda. Dengan kata lain,orang itu 10.000 kali lebih tertarik pada dirinya sendiri daripada pada Anda."

Kalimat maknyuzz itu saya kutip dari Les Giblin dalam bukunya Skill With People (2001).

Bukti kebenarannya, silakan selisik saja di postingan yang lalu lalang di lini masa LinkedIn Anda saat ini.

Tak ayal para influencer media sosial sudah lama ๐Ÿ“ข teriak-teriak mengingatkan kecenderungan egosentrik yang masif mudah membelit kebanyakan dari kita itu.

Seorang Guy Kawasaki bikin rumus porsi postingan yang keren : 90% isinya yang bermanfaat bagi audien. Sedang sisanya 10%, bisalah  untuk mempromosikan diri sendiri.

Sementara Gary Vee lebih bermurah hati. Perbandingannya, 51% untuk pembaca dan yang 49% silakan  untuk berfoya-foya berpromoria tentang diri kita.

Pakar iklan bilang, di awal postingan terlarang  bila kita memakai kata "saya." Karena audien akan segera berteriak, "mana untungnya bagi saya?"

Kebetulan hari ini hari Jumat. Kiranya cocoklah imbauan agar postingan Anda itu bisa meniru struktur seperti surat Al Fatihah. Bacaan awal semuanya tentang Gusti Allah. Pujian bagiNya.

Baru kemudian pamrih kita boleh dimunculkan dengan permintaan di bagian belakang : "Tunjukkan kami jalan yang benar..."  dan seterusnya.

Polling kita kali ini ingin mengulik penilaian Anda terhadap porsi orientasi postingan-postingan warga jejaring LinkedIn Anda.

Terima kasih untuk peranserta Anda. Hasil polling silakan klik disini.


#content  #contentcreator #linkedinpost

Minggu, 19 September 2021

Blunder Dalam Karier : 8 Kerugian Besar Bagi Karier Anda Bila Anda Drop Out Dari LinkedIn Setelah Dapat Pekerjaan!

Oleh : Bambang Haryanto ||

 

Rugi besar bila LinkedIn Anda perlakukan ibarat terminal angkot. Terutama oleh Anda sebagai #freshgraduate dan #pemburupekerjaan lainnya.

Saat butuh dan berpamrih sesuatu, mereka datang. Sesudah menemukan atau pun tidak menemukan angkot yang mereka butuhkan, mereka pun pergi. Mungkin akan kembali ketika butuh sesuatu lagi?

Mereka yang drop out dari LinkedIn sesudah memperoleh sesuatu, terutama pekerjaan, menurut hemat saya, sebenarnya adalah fihak yang paling merugi.

Pertama, keberhasilan dirinya itu tidak menebarkan berkah kepada warga jaringannya. Praktik pay it forward yang luhur, tidak dia tunaikan.

Yang biasanya dikerjakan adalah hanya berbagi kabar bahwa dirinya sudah melepas sabuk hijau "opentowork"-nya. Menikmati ucapan selamat bagi dirinya.

Lalu lenyap .

Kedua, tidak disadari bahwa dirinya terputus dengan jejaring profesional yang dia bangun selama ini. Padahal di era digital dan interkoneksi ini ada rumus yang bilang, "your network is your net worth."

Ketiga, dengan drop out dari LinkedIn sebenarnya menjerumuskan dirinya sebagai pribadi yang tidak berpotensi menambah manfaat ekstra bagi perusahaannya kini. Perusahaannya jadi ikut tidak bunyi karenanya.

Kita tahu, kini adalah era media sosial. Bila Anda dan perusahaan Anda tidak tampil di media sosial, utamanya LinkedIn, berarti berstatus tidak eksis di dunia profesional ini.

Anda memang nyaman berstatus sebagai #lurker. Tetapi Anda tergolong sebagai salah satu dari 17.100.000 warga Indonesia yang tercatat di LinkedIn tetapi tidak ada kontribusi nyatanya sama sekali.

Keempat, kerugian berikutnya, Anda kehilangan panggung atau peluang besar untuk bisa memromosikan secara soft selling perusahaan Anda. Baik nama,reputasi, produk atau jasanya.

Kelima, Anda tidak ikut pula dalam membangun employer branding sehingga perusahaan Anda mampu menarik mitra bisnis sampai kandidat unggulan untuk bergabung.

Keenam, Anda pun terancam tenggelam hanya berstatus sebagai karyawan atau buruh biasa. 

Karena Anda tidak bunyi di platform profesional untuk terpanggil menyumbangkan wawasan, expertise sd pengalaman bagi industri atau pun profesi Anda. Anda tidak menjadi mentor atau panutan bagi para yunior Anda.

Ketujuh, Anda kehilangan wahana hebat guna membangun personal brand diri Anda sendiri pula.

Kedelapan, bagi #pemburupekerjaan yang DO dari LinkedIn berarti memutus jalur #koneksi profesional terbaik saat ini. Anda kembali memakai cara-cara berjudi pakai CV dalam #melamarpekerjaan.

Mengapa Anda drop out dari LinkedIn menjadi topik polling kita hari ini. Terima kasih untuk peranserta Anda.

#freshgraduate
#koneksiitukunci
#linkedinituberkoneksi

Hasil polling dapat Anda baca di link berikut. Terima kasih.


Rabu, 15 September 2021

Polling di Linkedin : Apakah Sebagai Sarana Terbaik Untuk Meningkatkan Organic Reach Postingan Anda ?

Oleh : Bambang Haryanto ||

Awas! Bahaya mengintai PIN akun bank Anda. Ada 2 cara pembobol bertaktik social engineering seturut  paradox of choice-nya Barry Schwartz yang terkenal.

Saya hampir jadi korban mereka.

Sebagai pelanggan pascabayar, selama ini saya tidak hirau akan bonus poin yang diberikan oleh provider. Celah ini, entah mereka tahunya dari mana, dipakai untuk senjata merayu saya.

"Merujuk akumulasi poin, Anda berhak  hadiah. Silakan pilih : 1. Bebas langganan paket 3 bulan, atau, 2. Uang sebesar 1.750.000 rupiah," kata dia.

Jab yang dahsyat.

Ada orang baru kenal kok tiba-tiba memberi Anda rejeki ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ๐Ÿ’ฐ besar. Kalau tidak mampu berpikir jernih, otak kita segera konslet karenanya. Terbius.

Info hadiah itu terjadi setelah penelpon mengenalkan namanya. Di layar saat pertama kali kontak muncul nama provider. Bikin saya percaya, "ini kontak dari lembaga resmi."

Saya pilih opsi 1. Saya sudah masuk perangkapnya. Dia meminta saya menyebutkan kembali 4 abjad yang dia kirim via SMS dalam 4 sesi. Saya dikondisikan agar patuh perintahnya.

Apa urusan lalu jadi selesai?

Pilihan kedua, kini dia tawarkan. Saya merasa aneh. Tadi di awal sebagai pilihan, kini diberikan cuma-cuma. Apalagi dia kemudian minta nomor rekening ๐Ÿฆ saya. Katanya, untuk transfer hadiah.

Alarm ๐Ÿšจ tanda bahaya ๐Ÿ’ฃ๐Ÿ’ฃ๐Ÿ’ฃ nguing-nguing di kepala saya.

Saya bilang, "saya tidak punya akun bank. Saya bayar langganan lewat kantorpos."

Dia malah bilang, "kan bapak punya x akun?"

Bunyi alarm ๐Ÿšจ๐Ÿšจ๐Ÿšจ makin mengeras. Dia tahunya dari mana ya?

Ini perangkap kedua. Bila saya  memberitahu akun bank ๐Ÿฆ saya, dia akan pakai lagi cara pertama.

Saya diminta lagi untuk memvalidasi nomor-nomor tertentu dimana saya tidak terasa akan disugesti untuk menyertakan nomor PIN saya di dalamnya.

Misi dia gagal. 

***
Guru paradox of choice Barry Schwartz mengatakan bahwa salah satu cara terampuh mempersuasi orang lain adalah dengan memberikan mereka pilihan saat ambil keputusan. 

Kalau hanya satu pilihan, orang tak suka. Merasa dipaksa. Kalau banyak pilihan, juga tidak suka. Ribet.

Angka idealnya dua. Ketika diberi kebebasan memilih dari dua opsi yang ada, orang merasa jadi aktor utama ๐Ÿ’ช dari keputusannya ๐Ÿ”จtersebut.

Terima kasih, Pak Schwartz. Insight Anda itu mungkin bisa jadi penjelas atas fenomena polling di LinkedIn akhir-akhir ini.

Saya jadi saksi : postingan biasa menggaet views < 2.000. Postingan yang diolah dalam bentuk polling, viewsnya melonjak sampai > 20.000. Mengapa?

Mungkin di postingan biasa responden merasa hanya jadi ๐Ÿ‘Žobjek. Sementara di postingan yang memakai polling dirinya merasa jadi๐Ÿ‘ subjek.

Itukah penyebab mereka lebih suka ikut polling di LinkedIn? Kita tanya dulu ke sahabat jejaring kita di LinkedIn. Lewat polling ๐Ÿ˜ pula.

 

#career
#freshgraduate
#koneksiitukunci
#linkedin
#linkedinituberkoneksi

 

Waspadai Benda Berkilau di LinkedIn Bila Anda Bukan Sebagai Kreator Konten di LinkedIn

Oleh : Bambang Haryanto || Shiny object syndrome . SOS. Sindrom ⚡๐ŸŒŸ⚡ inilah yang diam-diam serius mengancam ๐Ÿ˜ˆ Anda di LinkedIn. Utamanya bi...